- Memang bajingan tengik mereka itu!
- Mengutuk cara kerja pers Barat

Untuk tewasnya tiga warga Muslim di AS, media Barat (baca Amerika Serikat dan Eropa), mereka adem ayem saja seperti tidak terjadi peristiwa yang luar biasa. Inilah yang memicu pertanyaan dunia; apakah media Barat itu sudah benar-benar menjalankan misinya sebagai penjaga demokrasi atau cuma sekadar kamuflase belaka?
- Pers Barat Kehilangan “Nose for News"
Bahkan ketika media sosial bereaksi dan mengecam keras pembunuhan tiga warga Muslim di AS itu, pers Barat bergeming. Tetap terpaku di tempat, menulikan diri sendiri, seakan-akan peristiwa itu “bukan berita”. Bahkan mungkin peristiwa seekor anjing yang tercebur ke selokan masih layak diberitakan di CNN atau The New York Times.
Sejatinya, tanda pagar (hashtag) #ChapelHillShooting menjadi peringatan pertama yang menggugah insting jurnalisme mereka untuk bergerak di saat mereka masih tertidur pulas. Inipun tidak. Berbeda dengan “simpatik dunia” dalam bentuk slogan “Je Suis Charlie” sebagai perekat simpatik global plus turunnya tokoh-tokoh dunia untuk mengutuk perbuatan keji itu, seakan-akan memaksa warga dunia untuk memberikan simpatinya terhadap peristiwa itu.
Kita dihadapkan pada satu kenyataan, tidak ada para pemimpin dunia yang bersimpati atas tewasnya tiga warga Muslim di Amerika itu? Jangankan turun ke jalan, bahkan sebatas pernyataan “mengutuk keras” dari para pemimpin dunia itu pun tidak ada. Peristiwa ini dianggap pembunuhan biasa yang bukan dilakukan oleh seorang teroris. Maka tidak layaklah kalau si pembunuh itu disebut teroris. Pers Barat dan Pemimpin Barat ya sama saja; munafik dan selalu menerapkan standar ganda yang akut .
- Agama Mungkin Menjadi Alasannya
Mereka, media Barat dan Pemimpin Barat itu setali tiga uang, pilih-pilih. Mereka sebut teroris kalau pelakunya Muslim dan korbannya kebetulan non Muslim (lagi-lagi terpaksa saya mengatakannya demikian). Sebaliknya, mereka sebut ini pembunuhan biasa kalau pelakunya non Muslim dan korbannya Muslim. Definisi inipun mereka tentukan sendiri.
Kita menyaksikan dunia yang senyap, media Barat yang bersih dan sama sekali tidak menyentuh peristiwa ini, khususnya televisi yang dikuasai Barat. Benar ada Aljazeera yang gencar memberitakannya, lagi-lagi itu tidak mengusik Pers Barat untuk sekadar memasang radar penciuman jurnalistiknya. Aljazeera seperti berteriak-teriak sendiri di dunia yang luas ini dengan suara paraunya. Sedangkan pers Barat segera menutup kantornya, meliburkan jurnalisnya, menyimpan kameranya, menggantung alat tulisnya, saat tiga warga Muslim dibunuh di depan hidung mereka sendiri. Ini mungkin pengandaian yang terlalu berlebihan, tetapi kenyataannya demikian.
- Ketidak Adilan Yang Sengaja Dibuat
Sulit dipungkiri bahwa kasus ini sebenarnya bukan persoalan nilai berita, tetapi ada yang lebih serius dari sekadar ilmu atau standar jurnalistik. Ini soal kebencian Media Barat terhadap hal-hal yang berbau Muslim di manapun mereka berada. Maaf kalau saya harus mengatakan sekasar ini, meski mungkin tanpa dasar dan referensi canggih. Seperti telah saya katakan tadi, berbeda kalau yang menjadi korban adalah non Muslim dan si pelaku penembakan Muslim, mungkin media Barat akan menempatkannya sebagai berita penting dan memberitakannya secara gencar.
Craig Stephen Hicks, pria berusia 46 tahun yang dituduh membunuh tiga mahasiswa Deah Barakat, istrinya Yusor Mohammad Abu-Salha, serta adik iparnya, Razan Mohammad Abu-Salha, memang warga biasa. Saya juga tidak mempersoalkan apa keyakinan yang dianutnya karena tulisan ini bukan dimaksudkan mempertentangkan agama. Bahwa kepolisian setempat sudah menahannya untuk meminta pertanggungjawabannya, itu urusan lain, polisi seharusnya memang bekerja cepat dan profesional. Hal yang saya persoalkan di sini adalah soal kepekaan media Barat, yang menganggap tewasnya tiga warga yang kebetulan mahasiswa itu sebagai “bukan berita”,sebab yang menjadi korban bukan penggiat Charlie Hebdo.
- Media Barat yang Liberal ternyata tidak canggih-canggih amat
Yang perlu kita yakini bersama, dunia bukanlah milik pers Barat, tetapi mereka memang tahu persis bagaimana menggenggam dan mewarnai dunia sesuka mereka. Tidak ada salahnya kalau pers non Barat juga ikut mewarnai dunia, kendati mungkin akan dianggap mengotori keindahan lukisan yang telah lama mereka ciptakan dan secara tidak sadar kita nikmati dari hari ke hari itu.
Kasus tewasnya tiga mahasiswa di Amerika ini hanyalah contoh kecil saja dan seharusnya dijadikan tonggak mulai berpalingnya arah sumber berita dan pemberitaan, demi memperoleh berita atau informasi yang berimbang. Hanya dengan cara inilah perlahan-lahan kita bisa mengimbanginya, meski mungkin butuh waktu lama. Paling tidak kita menjadi paham bahwa media Barat bukanlah segala-galanya untuk urusan berita.
Muslim Indonesia Jangan Lemah & Mudah Terlarut Oleh Barat
Ini harusnya bisa menjadi pembuka mata dan hati kita para Muslim Indonesia. Jangan menjadi para pemuda yang lemah baik fikiran, pengetahaun, iman, maupun ekonomi. Jangan lagi menjadi umat yang lumpuh. Mari kita bangkit menjadi Muslim yang kuat dan menjadikan Indonesia negara yang kuat. Para pemuda Muslim Indonesia dulu sangat tangguh berjuang. Sama seperti mereka berarti kita juga mampu menjadi Pemuda-pemuda Muslim yang Tangguh untuk situasi saat ini dan seterusnya.
Mulai sekarang mari berjuang untuk kalahkan kemajuan barat selamanya. Saat ini Indonesia dan Pemuda Muslim Indonesia memang belum maju, tapi tidak ada lagi pilihan lain, kita masing-masing para pemuda muslim Indonesia harus bertekat dan berjuang di bidang apapun aktivitas kita. Demi Islam dan Indonesia tercinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar